Berita

Acungan Jempol untuk Pelayanan Satu Pintu

Senin, 23 Februari 2015

JAKARTA, KOMPAS.com - Upaya Pemerintah DKI Jakarta untuk menyederhanakan layanan perizinan dan nonperizinan dengan penerapan sistem pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu mendapat sambutan positif warga Ibu Kota. Pengurusan dokumen secara efektif dan efisien menjadi keunggulan yang langsung dapat dirasakan warga DKI.

Sosialisasi yang lebih gencar akan mengedukasi masyarakat bahwa pengurusan berbagai macam surat dan izin tak serumit dahulu. Sistem pelayanan perizinan dan nonperizinan secara terpadu satu pintu diadakan untuk memperbaiki sistem perizinan sebelumnya yang tersebar di sejumlah instansi. 

Sebenarnya, sistem ini sudah dirintis sejak pertengahan 2013 lalu dan disahkan keberadaannya melalui Perda Nomor 12 Tahun 2013 mengenai Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Namun, baru pada 2 Januari lalu instansi khusus yang melayani PTSP dibentuk dengan nama Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP).

Pembentukan badan ini bertujuan agar semua pelayanan perizinan dan nonperizinan dapat dilaksanakan pada satu tempat dan berakhir di tempat yang sama. Layanan proses pengurusannya diharapkan menjadi lebih efektif dan efisien baik dari sisi prosedur, waktu, maupun biaya. 

Layanan yang diberikan BPTSP antara lain di bidang perumahan, pekerjaan umum, penataan ruang, perhubungan, lingkungan hidup, pendidikan, kesehatan, dan pertanahan. Unit badan layanan ini bertugas di semua kelurahan dan kecamatan di seluruh Jakarta sehingga mendekatkan pelayanan kepada masyarakat

Lewat hasil survei jajak pendapat yang diselenggarakan Litbang Kompas minggu lalu, sistem pelayanan satu pintu mendapat acungan jempol dari warga Jakarta. Delapan dari 10 responden yang pernah mengurus dokumen melalui sistem baru ini menyatakan sistem PTSP lebih baik dari sistem pelayanan sebelumnya.

Beberapa hal yang menjadi kelebihannya adalah kepastian dan kejelasan. Soediyono (53), salah satu responden yang tinggal di Jakarta Timur, menuturkan pengalamannya saat mengurus perizinan usaha di Kelurahan Pisangan Timur, Pulogadung, akhir 2014 lalu. Pengurusan izin menjadi lebih sederhana, tidak berbelit-belit, dan tidak dioper sana-sini. Lamanya waktu pembuatan dan besarnya biaya juga disebutkan dengan jelas.

Soediyono juga menceritakan sistem PTSP lebih baik dari prosedur sebelumnya karena pemohon izin tak perlu berpindah-pindah instansi untuk mengurus dan biayanya murah.

Sebelum penerapan PTSP, pengurusan izin di Ibu Kota memakan waktu tak jelas. Hasil kajian Subnational Doing Business yang dilakukan International Finance Corporation bersama Bank Dunia pada tahun 2012 lalu menunjukkan, pelaku usaha di Jakarta masih membutuhkan 45 hari untuk mengurus izin usaha. 

Dibandingkan 20 kota lainnya dalam kajian itu, waktu yang dibutuhkan di Jakarta adalah yang paling lama. Bandingkan dengan pengurusan izin usaha di Gorontalo yang butuh 27 hari serta Yogyakarta dan Surakarta yang hanya 29 hari. Salah satu penyebabnya, menurut kajian dua badan ini, adalah pelayanan perizinan/nonperizinan yang saat itu masih tersebar di SKPD/UPKD terkait.

Meski sistem pelayanan satu pintu itu sudah dinilai baik oleh mayoritas responden, masih ada beberapa kendala yang harus dihadapi. Salah satunya, sebagian warga yang sulit mengakses sistem online yang mendukung pelayanan terpadu ini. 

Selain itu, sampai awal Januari 2015, jumlah personel di PTSP masih terbatas sehingga kerap tidak cukup untuk melayani warga saat jam sibuk. PTSP di tingkat kelurahan juga belum punya kurir untuk mengantar berkas ke kecamatan, kantor wali kota, atau dinas (Kompas, 7/1/2015).

Minim sosialisasi

Sistem PTSP sebenarnya sudah diterapkan di beberapa tempat sejak pertengahan 2013 lalu. Daerah yang pertama kali menjadi proyek percontohan adalah wilayah Jakarta Timur. Namun, hingga kini sosialisasi sistem pelayanan perizinan dan nonperizinan secara efektif-efisien relatif minim. Bagian terbesar responden (62 persen) mengaku tidak mengetahui bahwa pengurusan dokumen atau perizinan saat ini cukup dilakukan di kantor kelurahan atau kecamatan dengan sistem PTSP.

Ketidaktahuan itu membuat sebagian warga masih beranggapan bahwa pengurusan dokumen masih dengan cara lama yang bertele-tele. Salah satunya diutarakan Dhyni Muliari (40), responden di Jakarta Selatan. 

”Saya belum tahu sistem PTSP itu. Sudah agak lama saya tidak mengurus surat-surat di kelurahan. Dalam pikiran saya, pengurusan dokumen di kelurahan masih berbelit-belit sehingga menciptakan kesempatan bagi calo untuk pengurusan yang ribet,” kata Dhyni, yang bekerja sebagai wiraswasta.

Informasi mengenai kemudahan pengurusan perizinan/nonperizinan yang belum sampai ke telinga warga bisa jadi telah mengakibatkan separuh kelompok ini pesimistis program itu tidak berjalan dengan baik. Sebanyak 47,2 persen warga yang belum pernah mengurus dokumen melalui sistem PTSP menyatakan ketidakyakinannya bahwa program itu akan berjalan lebih baik.

Sebaliknya, 87 persen responden yang sudah berpengalaman dengan sistem PTSP optimistis sistem pelayanan terpadu satu pintu berhasil di masa depan. (Budiawan Sidik Arifianto/Litbang Kompas)

Sumber : Kompas.com

Kontak

Silakan menghubungi kami melalui info berikut:

DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU PROVINSI DKI JAKARTA

Jl. HR. RASUNA SAID Kav. C-22, Jakarta Selatan

Call Center 1500164 / (021)1500164 (non Telkomsel)
Kirim Email

Follow akun sosial Media Kami

© 2024 DPMPTSP Provinsi DKI JAKARTA